Kutipan Majalah Tempo:
Bandung, 10 Agustus 1995.
Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, diliputi keriangan suasana
perhelatan. Presiden Soeharto bersama seluruh pejabat terpenting
Republik tumplek ke lapangan terbang itu. Sementara itu, jauh di atas
angkasa, pesawat N-250 Gatotkaca tengah melesat sembari menorehkan
momen-momen emas dalam sejarah kedirgantaraan Indonesia.
Tepuk tangan bergemuruh saat Erwin
Danuwinata, pilot penguji pesawat komuter N-250 Gatotkaca—berkapasitas
70 penumpang—mendaratkan pesawatnya dengan mulus di landasan setelah
terbang perdana selama 56 menit. Presiden Soeharto, yang tak mampu
menahan rasa harunya, berpidato: “Keberhasilan uji coba penerbangan
pesawat N-250 adalah tonggak bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia
karena berhasil merancang sendiri pesawat modern.”
Presiden menambahkan, pesawat N-250
adalah produk andalan PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)
karena dirancang bangun sepenuhnya oleh putra-putri Indonesia.
Penerbangan tersebut sekaligus menjadi hadiah istimewa bagi Republik
Indonesia, yang sepekan kemudian merayakan hari jadi ke-50.
Pertanyaan berikutnya adalah dimana N-250 sekarang??
Saya akan bercerita sedikit tentang N-250,
Performa Pesawat
Pesawat ini menggunakan mesin turboprop 2439 KW dari Allison AE 2100 C
buatan perusahaan Allison. Pesawat berbaling baling 6 bilah ini mampu
terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan
ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop
50 penumpang. Ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya
jelajah 1480 km.
Berat dan Dimensi
Rentang Sayap : 28 meter
Panjang badan pesawat : 26,30 meter
Tinggi : 8,37 meter
Berat kosong : 13.665 kg
Sejarah
Rencana pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT
Dirgantara Indonesia, Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989.
Pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di
dunia dimulai pada tahun 1992. Pesawat ini terbang selama 55 menit pada
tanggal 10 Agustus 1995.
Pada saat itu saingan pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.
Kalau anda membaca spesifikasi tersebut
maka anda akan menemukan bahwa N-250 adalah pesawat turboprop pertama
yang menggunakan teknologi fly by wire.Jadi sebenarnya apa yang salah
sehingga pesawat ini belum juga dapat diproduksi kemudian dijual??
Kita harus ingat bahwa pesawat terbang
sipil dan militer memiliki syarat yang berbeda agar mereka dapat
diijinkan untuk dapat dijual. N-250 sebagai pesawat sipil harus memenuhi
syarat dari ICAO, yaitu bahwa setiap pesawat sipil sebelum dapat dijual
harus memenuhi syarat mendapat sertifikasi dari beberapa negara (saya
lupa jumlah negara yang harus memberi cleareance) yang menyatakan bahwa pesawat tersebut layak beroperasi dibeberapa negara dengan iklim yang berbeda.
Seingat saya, terakir N-250 sempat
melakukan ujicoba dinegara norwegia, untuk menguji bahwa N-250 layak
beroperasi dinegara dengan iklim dingin. Tetapi kemudian pada tahun
1997-1998 krisis finansial menimpa negara tercinta kita.. Syarat agar
IMF mau mengucurkan dana kepada kita adalah semua subsidi untuk IPTN
(sekarang PT Dirgantara Indonesia) harus dicabut. Maka berakhir pula
proyek N-250, karena IPTN tidak memiliki sumber dana lagi untuk
mengadakan sertifikasi dibeberapa negara, karena selama ini penghasilan
IPTN hanya berasal dari subsidi pemerintah dan kontrak pembelian pesawat
yang dilakukan oleh TNI dan beberapa negara ASEAN yang nilainya sangat
kecil, bahkan kontrak pembelian pesawat CN-235 pernah tidak dibayar
dengan uang (anda masih ingat ketika pesawat produksi IPTN dibayar
dengan beras ketan oleh pemerintah Thailand?).. Sehingga sampai sekarang
N-250 belum dapat dijual oleh PT. DIkarena masih terganjal masalah
sertifikasi…
Sedikit curhat soal IPTN, menurut saya,
IPTN juga mengalami kesalahan organisasi. Sebagai industri yang bergerak
dibidang padat modal, IPTN mengalami masalah tenaga kerja yang
membengkak hingga 9,000 orang (yang sebagian besar harus dirumahkan pada
tahun 2003) hingga membuat masalah pada penggajian, karena sebagian
besar pendapatan IPTN berasal dari subsidi pemerintah. Selain itu fokus
IPTN seharusnya pada pesawat latih yang tidak perlu terlalu banyak
sertifikasi seperti pesawat transport sipil. Oh ya, jgn lupa soal
engineer kita yang bekerja keluar negeri setelah IPTN kolaps, isu
terakhir menyebutkan engineer kita turut membantu modernisasi f-14 milik
Iran lho….
Kembali ke masalah N-250, mungkin kah proyek ini dihidupkan kembali??
Pertengahan tahun lalu, didalam majalah angkasa engineer PT DI berencana untuk menghidupkan kembali
N-250 menjadi N-250R yaitu N-250 tanpa menggunakan fly by wire (agar harga pesawat bisa kompetitif dengan pesaing dikelasnya).
Saya percaya teman-teman di PT DI mampu
membuat N-250 terbang kembali, pertanyaan saya adalah apakah tersedia
pasar untuk pesawat transpor menggunakan baling-baling?? Jika anda
diharuskan memilih maka saya yakin anda akan memilih menggunakan pesawat
jet dibanding pesawat menggunakan baling-baling iya kan?? Lagipula
negara ini bukan seperti China, yang begitu mampu memproduksi pesawat
sendiri, maka maskapai penerbangan dalam negeri akan langsung
berbondong-bondong mengantri untuk membelinya..
Saya jadi teringat perkataan seorang
pejabat negara beberapa waktu lalu, ketika Merpati diminta untuk
menegosiasikan (baca: menunda) pembelian pesawat dari China.. Ia
langsung, menyarankan agar Merpati menggunakan saja N-250.. semoga
semakin banyak pejabat negara seperti dia… Kalau tidak mulai dari
sekarang, kapan lagi kita akan menggunakan produk dalam negeri…
Sumber :
http://aannurefendi.wordpress.com/2012/03/17/sejarah-pesawat-n250-indonesia-yang-memilukan/
0 comments:
Post a Comment